Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kamis, 16 Oktober 2008

Jangan Bingung, Orang Bilang Makang Ikang (3)

DI sebuah rumah di Jl Batua Raya, Makassar, ada spanduk bertuliskan "Menerima Rias Penganting." Di Jl Alauddin ada juga papan di pinggir jalan bertuliskan "Pres Bang Dalam." Begitulah bahasa Melayu mengalami adaptasi dalam pengucapan. Orang Makassar menyebutnya okkod.

Jejak penyebaran bahasa Melayu kental di Sulawesi Selatan. Setidaknya dapat dilihat dari cara pengucapan orang Bugis dan Makassar. Bahasa Melayu membentuk kembali sesuai dengan ranah tempatnya tertanam. Ada Melayu Bugis, Melayu Makassar, Melayu Mandar, dan Melayu Toraja, ada juga Melayu Kendari.

Pakar linguistik dari Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, Sadra Safitri, menjelaskan, dialek Melayu Bugis dan Makassar memiliki ciri-ciri varian yang menunjukkan banyak perbedaan dengan dialek Melayu di Indonesia timur.

Sadra merupakan salah satu pembicara dalam Seminar Internasional Kemelayuan di Indonesia Timur di gedung IPTEKS Unhas, Tamalanrea, Makassar, Minggu (12/10). Seminar ini digelar Pusat Studi Melayu Unhas dalam rangkaian Dies Natalis Universitas Hasanuddin (Unhas) yang ke-52.

Menurut Sadra, selain itu terdapat perubahan fonetik, seperti adanya konsonan panjang, perbedaan kosakata, dan jumlah partikel yang sering digunakan untuk menunjukkan emosi dan tanggapan penutur.

Bahasa Melayu memang terbuka dalam penggunaan partikel-partikel tertentu. Di Sulawesi, partikel itu umumnya berfungsi sebagai penegas. Seperti partikel ji, mi, pi, mo, ma', di', tonji, tawwa, pale.

Dosen Sastra Indonesia Unhas, Dr Nurhayati M Hum, juga berpendapat serupa. Partikel-partikel ini muncul saat penutur daerah menggunakan bahasa Melayu. Partikel-partikel ini melekat dan menjadi ciri sesuai dengan bahasa daerahnya.

Orang Bugis dan Makassar menggunakan partikel mi, moko, dan ji. Sedangkan orang Mandar banyak menggunkan partikel O. Sementara orang Toraja menggunakan parteikel le'. Namun partikel ini masih mempunyai variasi. Tergantung siapa penutur dan orang yang diajaknya bertutur.

Untuk dialek Melayu Bugis dan Makassar misalnya, mereka biasanya menggunakan struktur susunan kalimat yang berurutan verbal, subjek, dan objek (VSO). Sedangkan dialek-dialek lain di Indonesia timur mempelihatkan urutan SVO.

Misalnya dalam kalimat, "Saya makan ikan". Untuk Melayu Makassar bunyinya menjadi, "Makan-ka ikang". Dengan sedikit perubahan, orang Bugis mengatakan, "Makang-a ikang." Sedangkan untuk Melayu-Ambon, "Beta makan ikang".

Dialek Melayu Bugis Makassar adalah bahasa aglutinatif, yaitu unsur-unsur verbal nominal dan partikel dipadukan disambung menjadi dua kata yang panjang, dan kata itu tidak dapat dipisahkan, serta kadang-kadang tidak dapat disisipkan.

Unsur-unsur yang disatukan itu mengalami perubahan fonetik yang mengikat semua unsur kata. Misalnya dalam kalimat, "Makammaki (silakan Anda makan)", yaitu dengan perubahan bunyi "makang" menjadi "makam" karena dicantumkan ke partikel ma'.

Maka, jangan bingung dengan cara pengucapan orang Bugis da Makassar. Pahami maksud ucapan dengan memisahkan kata asli dan partikelnya. Ayo mi, ambil mi, jangan mi, tidak ji, itu mo, mau ka', dan lain sebagainya. Jangan bingung juga dengan kata makang, ikang, dan lain sebagainya.(suryana anas/furqon majid)

Tidak ada komentar: