Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 12 Oktober 2008

Ada Lorong Janda di Pulau Baranglompo

SITIARA (37) berbicara tanpa ekspresi. Duduk di sebuah kursi yang agak usang dan bertutur dengan kalimat-kalimat datar. Seakan ia tidak ingin mengenang peristiwa dua tahun silam. Sitiara tinggal di sebuah lorong yang kerap disebut warga setempat Lorong Janda.

Lorong itu terletak di Pulau Baranglompo, sekitar 12 kilometer dari pesisir Makassar. Secara administratif pulau ini terletak di Kecamatan Ujungtanah. Sebagian besar para suami di sana meninggal akibat menyelam di laut mencari teripang.

"Nama Lorong Janda itu ada sejak tujuh tahun yang lalu. Sebagian besar perempuan di sana memang ditinggal mati suaminya," ujar Lurah Baranglompo, A Musyarafa, memberitahukan keberadaan lorong tersebut di Pulau Baranglompo, Sabtu (16/6).

Memang tidak semua menjanda akibat suaminya meninggal karena menyelam. Ada juga perempuan menjadi janda setelah suaminya tidak kunjung pulang dari merantau. Mungkin kecantol perempuan lain. Namun, kasus kematian karena menyelam secara tradisional cukup dominan di sana.

Terdapat sekitar 150 keluarga di lorong sepanjang kurang lebih 300 meter tersebut. Beberapa ibu tanpa suami itu harus meneruskan hidup dengan berdagang kecil-kecilan. Ada juga anak-anak yang sudah cukup besar ikut membantu ibu mereka dengan melaut.

Sittiara menuturkan, suaminya, Nurdin Ba'be, meninggal dua tahun lalu setelah menyelam pada kedalaman 20 meter selama lebih dari satu jam di perairan Kalimantan Timur. Dua hari setelah menyelam sekujur tubuhnya lumpuh sebelum akhirnya meninggal dunia.

"Suami saya sebenarnya tahu bahwa menyelam itu berbahaya. Tapi demi penghasilan, meski berbahaya dia tetap menyelam," katanya dengan Bahasa Makassar sepotong-potong. Selain sang suami, dua anggota keluarganya juga meninggal karena menyelam.

Musyarafa mengatakan, pekerjaan menyelam sebenarnya juga dilakukan hampir oleh semua laki-laki di Pulau Baranglompo. Karena itu, jika kebiasaan menyelam secara tradisional ini berlanjut, ratusan perempuan di Baranng Lompo terancam menjadi janda.

Penyelam hanya menggunakan bantuan kompresor (pemompa udara) yang tersambung dengan selang panjang untuk bernapas. Dengan hanya bercelana pendek dan ujung selang di mulut, mereka masuk ke kedalaman laut, tanpa pelindung apa pun di bagian kepala.

Warga tergiur dengan mahalnya harga teripang. Teripang jenis koro yang banyak dicari. Binatang ini hidup di kedalaman 10 meter lebih. Harganya mencapai Rp 100 ribu per ekor. Sekali menyelam, mereka bisa membawa pulang sampai Rp 2 juta.


Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, dr Naisyah TN Azikin, mengatakan, pihaknya telah berkali-kali melakukan sosialisasi tentang bahaya menyelam secara tradisional. Namun, warga beralasan hanya itu pekerjaan yang bisa mereka lakukan.

"Kematian bisa diakibatkan keracunan nitrogen yang dihembuskan oleh kompresor menyerupai alat pemompa ban kendaraan bermotor. Paru-paru penyelam rusak dan nitrogen menyebar ke seluruh tubuh, dan akhirnya merusak jaringan otak. Bisa juga karena tekanan di kedalaman," kata Naisyah.

Saat ini saja, sebanyak 22 orang warga Baranglompo terbaring karena sekujur tubuhnya lumpuh. Sementara yang meninggal tercatat sudah ratusan orang. Terakhir, kasus kematian akibat menyelam dialami Jumadil (18) sekitar 10 hari yang lalu.

Bagaimana efektifitas sosialisasi itu? Naisyah mengatakan, belum terlalu baik hasilnya. Kelumpuhan akibat kerusakan syaraf karena tekanan pada kedalaman 10-20 meter di bawah permukaan air tidak membuat warga kepulauan takut. Sampai saat ini masih banyak saja penyelam tradisional.(furqon majid)

Tidak ada komentar: