Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jumat, 25 September 2009

Makassar Abad 16-17: Dari Feodalisme ke Kapitalisme Awal

SETIAP puncak musim angin muson barat laut atau tenggara, tidak kurang dari 600 kapal dengan tiang layar yang tinggi menjulang berlabuh di Bandar Makassar. Ribuan orang terlibat dalam kesibukan bongkar muat beras, kopra, cendana, dan rempah-rempah yang sangat diminati pasar dunia. Begitu penuhnya, kapal-kapal sampai harus antre. Sementara ratusan kapal bersandar, ratusan lainnya membuang sauh di laut menunggu giliran untuk merapat.

Itulah suasana Bandar Makassar yang digambarkan Anthony Reid (Reid: 1987). Makassar pernah menjadi kota penting di dunia pada awal abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-17. Ia menjadi kota bandar teramai di Asia Tenggara dan menjadi pusat pasar rempah-rempah. Pengaruh ekonominya menjulur dari kepulauan Jepang hingga daratan Australia, dari Tanjung Harapan hingga Papua New Guinea.

Kemunculan Makassar

Menurut Poelinggomang, kemunculan Makassar sebagai bandar besar baru dimulai setelah Raja Gowa IX, Karaeng Tumaparissi Kalona (1510-1546), membuat kota raja di Benteng Somba Opu. Namun nama Makassar sesungguhnya telah dikenal sejak abad ke-13. Makassar sebagai entitas kebudayaan selalu dikaitkan dengan awalan seperti kepulauan Makassar, kerajaan Makassar, dan orang Makassar (Poelinggomang: 1993).

Pada abad ke-14 hingga abad ke-15, jaringan perdagangan nusantara berada dalam kontrol Tuban di Jawa bagian timur. Secara politik daerah ini berada dalam kekuasaan Majapahit yang berpusat di Trowulan. Saat itu Makassar telah masuk dalam peta pelayaran ekspedisi Palapa di bawah pimpinan Gajah Mada (1331-1364). Nama Makassar disebut dalam kitab Negara Kertagama karya Prapanca.

Gowa dan ratusan kerajaan lain di nusantara baru lepas dari Majapahit tahun 1478 setelah kerajaan besar ini runtuh akibat perang saudara. Saat itu, ada beberapa wilayah berdiri sebagai sebuah kerajaan baru yang secara efektif menggerogoti wilayah kekuasaan Majapahit, seperti Demak dan Banten. Kelak, dua kerajaan ini juga memiliki bandar besar yang berpengaruh dalam perdagangan di nusantara.

Gowa periode tahun 1320-1525 adalah sebuah negeri agraris, bukan perdagangan. Sebelum tahun 1525, ibukota kerajaan ini terletatak di Tamalate, daerah pedalaman sebelah selatan Makassar. Ibu kota ini dipertahankan hingga akhir kekuasaan Raja Gowa VIII, I Pakere Tau Tunijallo Ri Pasukki (1460-1510). Pada masa kekuasaan Tumaparissi Kalona, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Somba Opu dan orientasi kerajaan berubah dari agraris menjadi perdagangan. Gowa mengalami transformasi dari ekonomi subsisten feodal menjadi early capitalism.

Bandar Makassar merupakan gabungan dari dua bandar milik Kerajaan Tallo dan Gowa. Kedua kerajaan ini membentuk satu pemerintahan dan memperluas kekuasaan di wilayah Sulawesi Selatan. Raja Gowa memangku jabatan sebagai raja, sedangkan Raja Tallo sebagai Mangkubumi. Dalam perkembangannya, dua kerajaan ini tidak menunjukkan batas yang jelas dan seperti melebur satu sama lain.

Persoalan kota dunia adalah persoalan menegakkan supremasi dagang. Kebijakan politik periode awal Tumaparissi Kalona adalah melemahkan bandar lain agar Makassar berkembang. Kerajaan-kerajaan kecil seperti Garassi, Katingang, Parigi, Lembangang, Bulukumba, dan Selayar ditaklukkan. Sementara terhadap sekutu Kerajaan Tallo seperti Marusu, Polombangkeng, Salumeko, Bone, dan Luwu, dijalin persahabatan.

Ketika Raja Gowa X, Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1546-1565), berkuasa, penaklukkan diteruskan terhadap Kerajaan Siang, Bacukiki, Suppa, Sidenreng,, Bajeng, Lengkese, Polombangkeng, Lamuru, Soppeng, Lamati, Wajo, Duri, dan Panaikang. Khusus Kerajaan Siang, sebelumnya adalah sebuah bandar besar yang menjadi hub perdagangan asing. Pusat kerajaan ini sekarang adalah Kabupaten Pangkep yang terletak 50 kilometer sebelah utara Makassar.

Sistem ketatanegaraan juga mulai berkembang pada masa Tunipalangga. Penduduk negeri taklukkan dibawa ke daerah antara Tallo dan Somba Opu. Terjadilah transfer pengetahuan dan teknologi. Tunipalangga menciptakan jabatan baru tumakkajanangngang atau pemimpin urusan perang, menciptakan organisasi kerja pandai besi, pandai emas, pembangunan rumah, perahu, senjata, gurinda, larik, sarta memisahkan jabatan ilalang (patih) dan sahbanara (syahbandar).

Teknologi batu bata juga mulai dikenal. Raja Tunipalangga mengganti dinding Benteng Somba Opu dari tanah liat menjadi batu bata. Saat itulah Somba Opu disebut sebagai benteng terkuat yang pernah dibangun di nusantara.

Setelah periode penaklukkan itu, koloni dagang bangsa-bangsa asing pindah ke Makassar, termasuk mereka yang sebelumnya memiliki koloni di Kerajaan Siang. Selain Melayu dan Jawa, pedagang Portugis juga mengikatkan hubungan dagang dengan Makassar dan mendirikan perwakilan dagang di kota ini. Nama Makassar terkenal ke seantero dunia dan menarik ribuan orang untuk datang.

Kejayaan Makassar
Anthony Reid berpendapat, Makassar dan daerah pedalamannya sesungguhnya hanya menghasilkan bahan pangan murah seperti beras, ikan, dan ternak. Sementara komoditas yang paling dicari oleh pedagang dunia, yaitu rempah-rempah, kopra, dan kayu cendana, dimiliki oleh Maluku dan Nusa Tenggara. Namun mengapa Makassar bisa menjadi kota dagang utama?

Penguasa Gowa dan Tallo paham betul akan letak strategis Kota Makassar. Kota ini persis terletak di bagian tengah nusantara. Menghadap ke arah sebuah selat yang menjadi koridor bagian tengah nusantara. Menghubungkan wilayah Asia Selatan dan Australia. Sementara Laut Jawa hingga Laut Banda adalah koridor tengah yang mengubungkan negeri-negeri di Timur Tengah dan Asia Selatan dengan negeri-negeri di Pasifik. Makassar adalah titik pertemuan dua jalur pelayaran itu.

Muara dari identifikasi letak geografis dan sumber daya adalah pelaksanaan open door policy dengan prinsip mare liberium atau laut bebas. Kebijakan inilah yang berhasil mengembangkan Bandar Makassar menjadi bandar utama di Asia Tenggara. Menjadi hub yang sukses mengeksplorasi kekayaan bagian timur nusantara. Para pelaut dan pedagang asing, termasuk Melayu, berdatangan memohon izin menetap dan berniaga.

Setiap datang angin muson barat laut, pedagang Eropa, Gujarat, India Selatan, Malaka, Riau, Johor, dan Jawa datang ke Makassar untuk seterusnya berlayar ke Maluku. Mereka kembali pada angin muson timur laut. Pedagang Cina, Spanyol, Filipina, dan Jepang datang saat angin muson utara. Mereka berlabuh di Makassar untuk selanjutnya berlayar ke maluku atau Nusa Tengggara. Sementara pedagang Sulawesi memanfaatkan kedua angin muson itu untuk berlayar ke Laut Flores, Pulau Sumbawa, hingga Australia.

Pada masim singgah mengikuti muson, Makassar didatangi sedikitnya 600 kapal. Empat kali dalam setahun persinggahan itu terulang. Pelaut Makassar juga ikut berdagang. Terkadang mereka membeli rempah dari Maluku dengan harga murah dan menjualnya kepada pedagang asing di Makassar. Atau pedagang-pedagang dari Maluku dan Nusa Tenggara yang sengaja menjual hasil bumi mereka di Makassar.

Perkembangan Makassar juga dipengaruhi oleh situasi politik saat itu. Tahun 1511, Malaka diduduki Portugis. Pedagang Melayu mencari koloni dagang baru, termasuk ke Makassar. Ketika VOC mulai menjamah Jawa awal abad ke-17, pedagang-pedagang yang semula menjadikan pelabuhan-pelabuhan di Jawa sebagai hub pindah ke Makassar yang dinilai lebih terbuka.

Pendudukan Malaka oleh Portugis adalah tantangan sekaligus peluang dagang bagi Makassar. Tantangannya, era kolonialisme telah dimulai. Tapi peluangnya, jalur perdagangan ke Eropa semakin pendek dengan perubahan peran Malaka sebagai pelabuhan mandiri menjadi transito ke Eropa. Tahun 1559, Makassar menjalin hubungan dagang Portugis di Malaka dan mengekspor beras dan rempah-rempah melalui kota itu.

Akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17, Makassar telah menjadi kota utama bagi pedagang Spanyol, Cina, Denmark, Inggris, dan sebagainya. Untuk lebih memikat, penguasa Makassar memperbolehkan pedagang asing mendirikan perwakilan dagang. Jika sebelumnya hanya Portugis, maka tahun 1607 VOC diperbolehkan membangun perwakilan dagangnya. Berturut-turut Inggris pada tahun 1613, Spanyol tahun 1615, Denmark tahun 1618, dan China tahun 1618 China.

Begitu pula sebaliknya. Tahun 1607, Tallo diizinkan memiliki wakil dagang di Banda, lalu di Filipina atas izin Spanyol dan Makao atas izin Portugis. Pedagang Makassar menyediakan beras ke Banda dan membuat senang penguasa di sana untuk dapat banyak mengumpulkan pala. Pala dijual ke pedagang asing. Cara ini membuat pedagang Makassar memperoleh rempah dengan harga yang murah.

Pada periode ini Makassar juga mencapai tingkat kebebasan beragama. Islam masuk melalui pedagang dari Sumatera dan Melayu. Masjid pertama di Sulawesi Selatan bernama Al-Hilal didirikan pada tahun 1603 di daerah Katangka. Lalu pada tahun 1658, pastor pertama berkebangsaan Portugis, Fernendez Navarette, masuk ke Makassar dan mendapat keleluasaan menjalankan tugasnya. Para pedagang China yang menetap di Makassar juga diperbolehkan mendirikan enclave yang sekarang disebut Pecinan.

Periode kebangkitan dagang Makassar juga diikuti dengan kebangkitan ilmu pengetahuan. Karaeng Pattingaloang, Raja Tallo VIII, berhasil membuat sebuah perpustakaan yang sangat besar. Ia mengumpulkan ribuan buku dari seluruh penjuru dunia. Pada periode ini Makassar menjadi tempat persemaian ilmu pengetahuan. Atas jasa Karaeng Pattingaloang pula, para pelaut Makassar dapat menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa lain.

Dengan berbagai kemajuan yang dicapai, Makassar menjadi kota tersibuk dan memiliki pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi, paling tidak untuk wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Akibat lain dari status sebagai bandar utama adalah menjadi kota dengan pertukaran informasi paling kencang dan memiliki tingkat kebebasan beragama yang sangat baik.

William Cummings menyatakan, pada abad ke-16, Makassar telah mengalami transformasi penting dalam bidang kesusastraan. Yaitu perubahan masyarakat bertradisi lisan menjadi tradisi tulisan. Masyarakat Makassar telah mampu menciptakan berbagai literatur yang mencakup pemahaman mereka terhadap dunia (Cummings: 2002). Literatur ini menjadi media hegemoni intelektual efektif terhadap masyarakat di wilayah lain di nusantara. Dengan demikian, Makassar saat itu telah menjadi trendsetter kebudayaan.(*)

Next: Makassar dalam Sergapan Kaum Merkantilis

Tidak ada komentar: